PRO-KONTRA ZONASI SEKOLAH
mdaudbatubara.id - Tak ada gading yang tak retak, ungkapan ini dapat dilihat juga dalam tiap kebijakan, karena menyangkut kepentingan masyarakat luas, maka akan mendapat imbas positip, juga imbas negatip di dalamnya. Seperti kebijakan pengelolaan pendidikan berbasis zonasi pada sistem penerimaan peserta didik di sekolah, sampai saat ini masih menuai masalah bagi sekolah dan masyarakat, sesuai kepentingannya masing-masing. Namun diyakini, bahwa kebijakan ini merupakan imbas dari kondisi sebelumnya yang fenomenanya telah dicermati pemerintah hingga penting untuk menerbitkan penataan untuk kemaslahatan yang lebih luas.
Sebut saja bahwa fenomena selama ini terdengar nyaring adanya sekolah favorit yang menunjukkan kualitas yang diakui bahwa hasil pembelajarannya yang cukup handal. Kehandalan ini diawali terutama dari sistem penerimaan yang benar-benar telah merekrut calon siswa yang dasarnya telah kualifield kian, sehingga tinggal penguatan dari sekolahnya. Demikian pula dengan kondisi ekonomi keluarga dari peserta didiknya yang tetap siap dukungan dalam bentuk apapun untuk kesuksesan anaknya. Tentu ini akan mengkebiri peserta didik dalam status lainnya.
Sisi lain, terdengar pula di tingkat Sekolah Dasar umpamanya, promosi sekolah non akademis. Mungkin karena hitung-hitung secara ekonomis dari dana BOS, banyak yang merangsang pemikiran orangtua siswa dari promosi secara ekonomis pula. Sebut saja, bebas uang transportasi selama satu tahun (dengan mengontrak Beca Oleng), pakaian sekolah gratis, dan lainnya. Istilah dari kepala sekolah “uskus baen panggorengna” (wangi buat gorengannya), “bahat baen bawangna” (buat banyak bawangnya), yang menggambarkan fenomena aksi rekruitment peserta didik.
Kondisi ini, menunjukkan bahagian dari proses penyimpangan promosi sekolah yang tanpa disadari telah menjadi perhatian pemerintah dalam merekrut peserta didik, lewat kelemahan ekonomi orangtua dengan tujuan tertentu. Kita tidak menyebut bahwa tujuan promosi seperti ini untuk merebut peserta didik yang banyak dan sigifikan, dengan perolehan jumlah dana BOS, dan peluang lainnya. Tapi, masyarakat umum sering berasumsi, bahwa targetnya termasuk apa yang bisa diperoleh dari dana BOS tersebut. Dus, ini dilakukan dengan mengatasnamakan kesejahteraan untuk pihak sekolah.
Inilah bagian fenomena yang menjadi sumber kajian munculnya kebijakan Zonasi Sekolah disamping hal lainnya. Hal yang menyedihkan bahwa sekolah swasta yang sedang berkembang telah banyak yang menjadi korbannya, dan harusnya fenomena tersebut harus menjadi attention dan beban moril bagi daerah, karena mereka telah berpartisipasi untuk anak bangsa.
Untuk itu, semangat utama intervensi dalam zonasi pendidikan, pada dasarnya adalah pemerataan dan keadilan dalam mengakses dan layanan pendidikan. Oleh karena itu, ini merupakan kebijakan strategis pendidikan dengan harapan:
Pertama; sebagai keberpihakan kepada calon peserta didik yang kurang mampu, sehingga zonasi ini memberi peluang yang sama pada setiap calon peserta didik pada fasilitas pendidikan sesuai domisilinya.
Kedua; penguatan proses inklusi sosial bagi tiap klas dan jenis peserta didik, yang membaurkan semua kelas dan jenis, pada kompetensi yang nantinya dapat saling menghargai dan saling membantu dalam kehidupan nyata.
Ketiga; menghapus diskriminasi dan ketidakadilan baik sisi ekonomi maupun sisi kemapanan pikir calon peserta didik;
Keempat; mengawali perwujudan pemerataan kuantitas dan kualitas sekolah baik peserta didik maupun perangkat pendidikan lainnya.
Keempat harapan pengelolaan pendidikan berbasis zonasi sekolah di atas, dalam prakteknya terlihat juga menggembirakan. Hal ini terlihat dari semakin berkurangnya stigma sekolah favorit (unggulan) dalam pandangan masyarakat. Tidak hanya siswa yang bernilai (UN) tinggi yang dapat masuk di sekolah yang disebut sekolah favorit selama ini, sehingga tiap sekolah semakin inklusif terhadap berbagai struktur dan jenis masyarakat. Sekolah, kini memiliki siswa yang karakteristiknya heterogen.
Bagi daerah, sekolah juga sudah mulai mengakomodasikan hak peserta didik untuk tertampung di sekolah terdekatnya, tentu ini membantu menurunkan biaya pengeluaran yang harus ditanggung orang tua. Pada sistem transportasi dengan kebijakan berbasis zonasi, juga akan mengurangi biaya transportasi, terutama keramaian yang berdampak pada pengurangan jalur kemacetan. Selain secara psikologis dapat menurunkan stres karena macet bagi peserta didik, juga dapat tepat waktu untuk ketaatan sampai ke sekolah dengan jalan kaki.
Namunpun demikian, tetaplah harus menjadi perhatian bagi semua lini, terutama pemerintah daerah untuk dapat membantu sekolah-sekolah swasta, terutama sekolah swasta yang sedang berkembang untuk membuat kebijakan yang mampu menjamin laju pertumbuhan sekolah swasta. Pada wilayah-wilayah yang khas, pemerintah juga harus melonggarkan aturan zonasi, terutama bagi daerah yang memiliki karakter spesifik baik secara sosiologis, antropologis, terutaam sisi historis yang dapat mememilihara kearifan wilayah tertentu.
Demikian pula pada daerah-daerah yang masih relatif masih kurang sekolah yang bermutu, pendekatan zonasi ini membutuhkan perhatian khusus. Karena sekolah swasta yang berkualitas biayanya mahal, sedangkan untuk mendapatkan pendidikan di sekolah negeri yang berkualitas mengalami kesulitan untuk dijangkau. Semoga tulisan ini dapat membantu berbagai pihak dalam memahami fenomena Zonasi Pendidikan yang masih pro-kontra di masyarakat, sehingga dapat menjadi sitawar sidingin bagi berbagai pihak, terutama masyarakat yang dalam kebijakan ini merasa kurang diuntungkan.
(Penulis merupakan Pembina pada Forum Komunikasi Pendidik Madina).
Telah diterbitkan di: MohgaNews
Posting Komentar untuk "PRO-KONTRA ZONASI SEKOLAH"