PSIKOLOGIS PEMUDIK di JALAN RAYA
mdaudbatubara.id, Pengguna jalan raya jelang lebaran dan pasca lebaran semakin memenuhi jalan raya dalam waktu bersamaan, menyesuaikan vakansi yang ditetapkan pemerintah. Hal ini dipicu semangat silaturrahmi yang telah menjadi tradisi baik, bagi muslim dimanapun berada.
Kondisi ini tentu memicu tingkat kecelakaan lalulintas (lakalantas) yang naik secara signifikan, dengan berbagai kerugian bahkan sampai meregang nyawa yang sering tidak terelakkan. Ini terjadi, baik pada transportasi udara, laut/sungai, namun dominannya pada transportasi darat. Sampai-sampai sering disebut bahwa ‘korban nyawa akibat lakalantas pertahunnya, lebih tinggi dari korban perang’. Pemerintahpun cepat respon, terutama kepolisian mengantisipasinya dengan berbagai pendekatan.
Satuan lalulintas disepanjang jalan-jalan utama se nusantara kerja keras menyiapkan berbagai fasilitas dalam upaya menurunkan kemungkinan lonjakan lakalantas. Bincang ringan dengan Kasat Lantas Madina menyebut banyak faktor penyebab lakalantas seperti pengaruh alkohol, mengantuk, berponsel ria, ugal-ugalan dan tidak taat peraturan. Sehingga penyebab utamanya adalah buruknya cara dan perilaku berkendara dari pengguna jalan sendiri.
Namun bila ditelusuri lebih dalam penyebab lakalantas sekitar mudik, selain alasan yang dijelaskan di atas, sangat menarik pula tinjauan psikologisnya. S.A.Batubara Kasat Lantas Madina mengutip pakar Psikologi UNPAD Prof. Gimmy Pratama, menyebut bahwa secara psikologis penyebab lakalantas di jalan raya mulai dari tingkat ketahanan fisik, kematangan berpikir, pengelolaan emosi, serta kemampuan individu dalam membaca nilai-nilai yang ada di sekitar, cuaca, hingga reaksi lingkungan sosial maupun lingkungan fisik saling kait mengait.
Kondisi lalu lintas yang macet ditambah fisik yang lelah dan cuaca panas akan membuat emosi seseorang mengendap. Pemudik mengalami frustasi kecil namun akan menimbulkan agresi dan menimbulkan kondisi tidak menyenangkan, yang berpengaruh terhadap perilaku pemudik di jalan raya. Lebih detail beberapa faktor psikologis yang menyebabkan lakalantas dimasa mudik sebagai bahan kajian diri bagi penggunan jalan raya jelang dan pasca lebaran dapat dicermati dari deskripsi hasil diskusi ini. Tingkat kelelahan; sebagai konsekwensi perjalanan yang relatif jauh dari biasanya, akan menyebabkan tingkat kelelahan. Tingkat kelelahan yang tinggi dengan istirahat yang tidak memadai di sepanjang perjalanan membuat fisik pengendera menyebabkan konsentrasi otak memudar dan berdampak pada kontrol mengemudi yang lemah.
Kontrol yang lemah berkontribusi terhadap kemungkinan kecelakaan. Tingkat kelelahan tinggi; berkontribusi pula terhadap tingkat emosional manusia. Perilaku berkendera akan berubah, seperti menipisnya kesabaran, meningginya amarah, sehingga sulit mengalah bahkan sering pula terabaikannya rasionalitas bepikir dalam berlalulintas. Perilaku seperti ini berdampak pada cara mengemudi terutama dalam hubungan dengan kenderaan yang berpapasan maupun kenderaan yang mendahului ataupun yang didahului. Baru membeli kenderaan; merupakan wujud dari idaman yang menjadi target capaian perjuangan hidup selama ini.
Keberhasil merupakan hal yang sangat wajar dan harus didukung, namun tidak jarang kepemilikan baru atas kenderaan, membawa semangat berlebih sehingga sering pula mengarah pada rasa bangga yang berlebihan. Akibat rasa bangga yang berlebihan atas tercapainya cita-cita, secara psikologis dapat memunculkan perilaku yang kurang menyikapi semangat dan kebersamaan di jalan raya. Terutama bila jenis dan kualitas kenderaan lebih baik dari kenderaan lain sepanjang perjalanannya, sehingga berpotensi memicu mengendornya perilaku kebersamaan dan kesetaraan berlalulintas di jalan raya. Pengendera baru pandai; tentu butuh pengalaman untuk kenyamanan berlalulintas di jalan raya.
Namun rasa bangga dengan keterampilan baru apalagi dipicu pula dengan kepemilikan kenderaan baru, dapat membuat semangat yang berlebihan sehingga terjadi pula perilaku berlebihan. Seperti melihat pengendera lain selalu yang salah, ingin menunjukan kemampuan, ingin uji coba kecepatan dan sikap lainnya. Disisi lain pengalaman rendah, sehingga pada situasi tertentu sulit mengendalikan kenderaan yang dapat merugikan pengendera sendiri. Orang kota; hal yang tidak bisa dinapikan bahwa sering terdengar anekdot tentang perilaku perantau dikampung sendiri tanpa sadar meposisikan diri seakan lebih dari orang lain. “Baru setahun di kota sudah tak kentara logat daerahku” adalah kalimat contoh perilaku yang sering menjadi anekdot di pergaulan selama lebaran.
Sikap seperti ini juga berpengaruh besar terhadap perilaku berkendera yang melihat pengendera lokal berada di bawah posisinya (serasa beda maratabat) dan memunculkan ketidaknyamanan berkendera bagi sesama pengguna jalan raya. Beda tekhnik berkendera; di dalam kota dengan ke luar kota, terutama terutama kecepatan mendahului di jalan luar kota harus menyesuaikan kecepatan yang tinggi dengan jarak kenderaan di depan, yang secara tekhnis banyak perbedaan dengan cara berkendera di kota, dan ini sering menyebabkan kecelakaan dengan tabrakan laga kambing.
Karakter dan kualitas jalan: sangat berbeda-beda satu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga harus disikapi dengan cermat. “Kalau sudah terbangun karena kenderaan tergunjang artinya sudah sampai di batas Sumut” merupakan anekdot yang sudah sering terdengar yang menunjukkan perbedaan kualitas jalan antar wilayah. Demikian pula karakter jalan yang sangat jauh berbeda antar wilayah perbukitan yang menanjak dengan tikungan-tikungan tajam dengan daerah dataran dengan jalan rata dan lurus. Perbedaan karakter dan kualitas jalan diwilayah yang berbeda sangat mempengaruhi pada kebiasaan dan menuntut kecermatan berkendera yang berbeda secara teknis.
Karakteristik orang lokal berkendera; di jalur lalulintas sepanjang perjalanan yang dilewati juga sangat menentukan. Karakter pengendera di Jawa dan Sumatera berbeda, bahkan di Sumatera saja umpamanya, antar daerah masih memiliki perbedaan karakter. Kebiasan berkendera yang kurang dipahami di daerah tertentu dapat menyulitkan pengendera lain yang melintas dari luar daerah. Mengejar Sholat Idul Fitri, di kampung halaman juga merupakan sesuatu yang sangat menarik. Tak jarang pengemudi berjibaku mengejar waktu untuk bisa sholat Idul Fitri di kampung, padahal rentang waktu yang terkadang relatif singkat.
Semangat pengemudi mengejar waktu yang mepet memicu tekanan pada pedal gas kenderaan semakin kencang oleh perintah otak terhadap kaki. Kecepatan tinggi akan jauh lebih beresiko dan cenderung akan menambah angka lakalantas. Untuk itu, pengguna jalan raya penting menalaah apa yang sudah didiskusikan di atas pada diri masing-masing.
Dengan memahami dan mengaplikasi diskusi ini, diyakini akan dapat memahami kondisi psikologis yang sedang terjadi di jalan raya. Tentu kondisi psikologis pemudik ini juga harus dipahami semua pihak di jalan raya, termasuk pengemudi lokal harus memahami, sehingga dengan kepahaman tersebut dapat mengantisipasi berbagai perilaku yang terjadi di jalan raya jelang dan pasca lebaran.
Pengemudi yang bijak pasti menerapkan safety driving demi tercipta keselamatan bersama. Perilaku mengemudi yang benar juga menerapkan defensive driving, untuk mampu menghindar dari masalah, baik yang disebabkan diri sendiri atau orang lain. Sehebat apapun pengorbanan unit-unit satuan lalulintas disepanjangn jalan-jalan utama se nusantara, berjibaku untuk kenyamanan masyarakat, dengan juga menyiapkan berbagai fasilitas, tanpa perilaku berlalulintas dicermati pengemudi, lakalantas akan tetap naik secara signifikan. Intinya lakalantas selama masa lebaran sangat ditentukan keterampilan dan perilaku pengemudi itu sendiri.
Dengan demikian tulisan ini diharapkan dapat mengedukasi pemahaman kondisi psikologis pengguna jalan raya untuk dapat menghindari kemungkinan lakalantas dimusim mudik.
Tulisan ini dicermati dari bincang ringan dengan Kasat Lantas Madina.
Posting Komentar untuk "PSIKOLOGIS PEMUDIK di JALAN RAYA"